Ujian SekolahUN

SEJARAH UJIAN NASIONAL

MAKASSAR, smaahmadyani.sch.id – Sejak Indonesia merdeka tahun 1945 sampai saat ini telah beberapa kali ujian yang dilakukan secara nasional mengalami perubahan istilah. Ujian nasional yang dilakukan di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan istilah. Berikut ini perubahan istilah yang telah terjadi selama sejarah ujian nasional berjalan hingga di tahun 2013 sebelum masa Ujian Nasional mengalami peningkatan di sisi teknis karena menggunakan alat / media berbasis komputer sebagai sarana pelaksanaan dan penilaian sejak tahun 2014.

Periode 1950 s/d 1964

Ujian akhir yang bersifat nasional dimulai sejak tahun 1950, pada periode ini sampai tahun 1964 ujian kelulusan disebut Ujian Penghabisan dan diadakan secara nasional. Soal-soal Ujian Penghabisan dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Soal-soal yang diujikan berbentuk uraian/essai dan hasil ujian diperiksa di pusat rayon.

Periode 1965 s/d 1971

Sistem ujian akhir yang diterapkan disebut Ujian Negara. Tujuannya adalah untuk menentukan kelulusan, sehingga siswa dapat melanjutkan ke sekolah negeri atau perguruan tinggi negeri apabila telah lulus Ujian Negara.  Sedangkan bagi yang tidak lulus Ujian Negara tetap memperoleh ijazah dan dapat melanjutkan ke sekolah atau perguruan tinggi swasta.

Bahan Ujian Negara disiapkan seluruhnya oleh pusat dan hanya ada satu perangkat naskah ujian untuk seluruh wilayah Indonesia. Naskah ujian menggunakan soal bentuk uraian dan jawaban singkat dengan tingkat kesulitan soal relatif tinggi, serta memiliki kompleksitas jawaban yang memerlukan kemampuan berpikir tinggi. Yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ujian adalah pemerintah pusat, yang dibantu oleh panitia ujian dari masing-masing wilayah (provinsi). Pelaksanaan ujian dilakukan hanya satu kali dalam satu tahun pelajaran yaitu pada akhir tahun pelajaran pada kelas terakhir. Prosedur pelaksanaan ujian, pengawasan, dan pengolahan hasil ujian ditetapkan oleh Pusat.

Pemeriksaan hasil ujian dilakukan di tingkat kabupaten/kota dengan pemeriksaan yang andal dan terpercaya. Kriteria batas kelulusan ditetapkan oleh Pusat dengan batas kelulusan adalah nilai 6 untuk setiap mata pelajaran. Dengan standar kelulusan yang cukup tinggi pada saat itu mengakibatkan persentase kelulusan cukup rendah, tetapi mutu lulusan tinggi.

Kelebihan dari Ujian Negara pada saat itu adalah:

  1. Dapat mendorong siswa giat belajar dan guru mengajar dengan baik,
  2. Nilai ujian setiap siswa/sekolah/daerah memiliki makna yang sama dan dapat diperbandingkan (comparable).

Kekurangan dari Ujian Negara ini (1965-1971) adalah:

  1. Biaya distribusi bahan ujian cukup tinggi,
  2. Resiko kebocoran soal cukup tinggi, dan
  3. Tingkat ketidak lulusan peserta didik tinggi.

Periode 1972 s/d 1979

Ujian Negara berganti menjadi Ujian Sekolah. Tujuan ujian adalah untuk menentukan peserta didik tamat atau telah menyelesaikan program belajar pada satuan pendidikan.Seluruh bahan ujian disiapkan oleh sekolah atau kelompok sekolah. Mutu soal sangat bervariasi, tergantung mutu sekolah/kelompok sekolah. Bentuk soal yang digunakan pun berbeda antarsekolah/kelompok sekolah, dan yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ujian adalah sekolah/kelompok sekolah. Pelaksanaan ujian pada masa ini sama dengan pelaksanaan ujian pada masa sebelumnya yaitu hanya dilaksanakan satu kali dalam satu tahun pelajaran yang dilakukan pada akhir tahun pelajaran. Pemerintah pusat hanya menerbitkan pedoman penilaian yang bersifat umum.Pemeriksaan hasil ujian dilakukan di tingkat sekolah.

Kriteria tamat ditentukan oleh masing-masing sekolah dengan tidak mengenal Lulus atau Tidak Lulus, tetapi menggunakan istilah TAMAT. Biaya ujian sepenuhnya ditanggung oleh peserta didik. Persentase kelulusan sangat tinggi bahkan dapat dikatakan semua peserta didik lulus (100%), namun mutu lulusan tidak dapat diperbandingkan.

Kelebihan Ujian Sekolah adalah:

  1. Dapat menurunkan tingkat drop out peserta didik,
  2. Tidak ada tekanan bagi sekolah dalam hal kelulusan, dan
  3. Sekolah memiliki otoritas yang tinggi dalam penentuan kelulusan.

Kekurangan dari Ujian Sekolah adalah

  1. Nilai hasil ujian antarsekolah tidak dapat diperbandingkan,
  2. Hasil ujian sekolah tidak dapat dilakukan pemetaan sekolah pada tingkat daerah dan nasional,
  3. Hasil ujian tidak dapat dijadikan sebagai alat seleksi.

Periode 1980 s/d 2002

Istilah ujian nasional kembali menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional atau Ebtanas (untuk mata pelajaran pokok) dan Ebta (untuk mata pelajaran non-Ebtanas). Tujuan dari Ebtanas dan Ebta adalah untuk memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Pada awal diberlakukannya mata pelajaran yang diujikan dalam Ebtanas adalah Pendidikan Moral Pancasila (PMP), kemudian pada tahun berikutnya ditambah dengan beberapa mata pelajaran lainnya. Sejumlah mata pelajaran pokok diujikan melalui Ebtanas, sedangkan mata pelajaran lainnya diujikan melalui Ebta. Bahan Ebtanas yang berupa kumpulan soal disiapkan oleh pusat (Dit. Pendidikan Dasar dan Menengah). Panitia daerah merakit paket tes dan menggandakannya. Sedangkan bahan ujian Ebta disiapkan oleh masing-masing sekolah/daerah/wilayah. Tanggung jawab penyelenggaraan Ebtanas dan Ebta adalah sekolah, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat. Pelaksanaan ujian dilaksanakan satu kali dalam satu tahun pelajaran yaitu pada akhir tahun pelajaran.

Pemerintah pusat menerbitkan petunjuk teknis penyelenggaraan EBTANAS dan EBTA. Pemeriksaan hasil ujian dilakukan di tingkat sekolah, namun penentuan tamat belajar dilakukan oleh sekolah dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh pusat.

Nilai akhir ditetapkan dengan rumus berikut:

Keterangan :
P = nilai semester ganjil terakhir
Q = nilai semester genap tahun terakhir
n = konstanta NEM
R = nilai Ebtanas Murni (NEM)

Nilai batas ambang TAMAT belajar adalah 6. Persentase kelulusan Ebtanas sangat tinggi (hampir semua peserta didik Tamat), tetapi rata-rata nilai prestasi belajar peserta didik relatif rendah. Biaya penyelenggaraan ditanggung  pemerintah pusat, sedangkan biaya Ebta ditanggung oleh sekolah dan pemerintah daerah.

Kelebihan Ebtanas dan Ebta adalah:

  1. Nilai hasil ujian (khususnya Ebtanas) dapat dibandingkan,
  2. Nilai Ebtanas Murni (NEM) dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam seleksi masuk ke jenjang yang lebih tinggi,
  3. Dapat dilakukan pemetaan mutu sekolah berdasarkan NEM pada tingkat daerah dan nasional.

Kekurangan dari Ebtanas dan Ebta adalah:

  1. Sekolah yang nilai Ebtanasnya rendah cenderung menaikkan (memanipulasi) nilai P dan Q untuk mencapai batas kelulusan,
  2. Motivasi belajar peserta didik rendah, karena peserta didik beranggapan bahwa semua akan lulus sehingga tidak memotivasi untuk giat belajar.

Periode 2003 s/d 2004

Pergantian istilah kembali terjadi Ebtanas diganti menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Tujuan UAN adalah untuk (a) menentukan kelulusan, (b) pemetaan mutu pendidikan secara nasional, (c) seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bahan mata pelajaran yang diujikan terdiri atas tiga mata pelajaran yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris yang disiapkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) dengan menggunakan soal-soal dari Bank Soal Nasional. Untuk mata pelajaran lainnya disiapkan oleh sekolah atau daerah dengan menggunakan Standar Kompetensi Lulusan dan Panduan Materi dari Puspendik. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan UAN. Pemeriksaan hasil ujian (scanning dan scoring) dilakukan di provinsi dengan kunci jawaban dikirim dari Pusat. Nilai peserta didik diberikan ke sekolah penyelenggara ujian melalui penyelenggara ujian tingkat kabupaten/kota.

Kriteria kelulusan UAN tahun 2003 adalah (a) memiliki nilai seluruh mata pelajaran yang diujikan secara nasional, (b) tidak terdapat nilai < 3.00, (c) nilai rata-rata (UAN +UAS) minimal 6.00.

Sedangkan pada UAN tahun 2004 kriteria kelulusan adalah (a) memiliki nilai seluruh mata pelajaran yang diujikan secara nasional, (b) tidak terdapat nilai < 4.00,  (c) nilai rata-rata (UAN +UAS) minimal 6.00. Biaya ujian ditanggung oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Kelebihan dari UAN adalah:

(a)  karena ada resiko tidak lulus, maka peserta didik lebih giat belajar dan guru lebih serius dalam mengajar,

(b) dapat dilakukan pemetaan mutu sekolah berdasarkan nilai UAN pada tingkat daerah dan nasional,

(c) nilai hasil UAN dapat dijadikan sebagai alat seleksi ke jenjang berikutnya,

(d) adanya informasi tentang kemampuan peserta didik yang dapat dijadikan bahan untuk perbaikan pembelajaran.

Kelemahan dari UAN adalah adanya tekanan yang cukup tinggi yang mendorong sekolah/daerah melakukan tindakan melanggar hukum.

Periode 2005 s/d 2013

Istilah ujian berubah lagi menjadi Ujian Nasional (UN). Tujuan ujian ini adalah untuk (a) menentukan kelulusan, (b) membuat pemetaan mutu pendidikan secara nasional, (c) seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.  Seluruh soal disiapkan oleh pusat dengan menggunakan soal-soal dari Bank Soal Nasional. UN diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dibantu Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik). Penyelenggaraan UN di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, yaitutingkat provinsi dibawah tanggung jawab gubernur, tingkat kabupaten/kota oleh bupati, dan tingkat sekolah oleh kepala sekolah penyelenggara UN. Biaya Ujian Nasional ditanggung oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Mutu lulusan berdasarkan nilai rata-rata peserta didik meningkat.

Kelebihan Ujian Nasional adalah:

  1. Karena ada resiko tidak lulus, maka siswa lebih giat belajar dan guru lebih serius dalam mengajar,
  2. Adanya pemetaan mutu sekolah berdasarkan nilai UN pada tingkat daerah dan nasional,
  3. Nilai hasil UN dapat dijadikan bahan untuk perbaikan pembelajaran.

Kelemahan dari UN adalah adanya tekanan yang cukup tinggi baik dari pihak sekolah, dinas, maupun pemerintah daerah. Hal ini mendorong sekolah/daerah untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum.

Pelaksanaan UN pada tahun 2005 dilaksanakan dua kali, selain UN Utama juga dilaksanakan UN Ulang bagi mereka yang belum lulus ujian. Pelaksanan UN Ulang didasarkan pada banyak siswa yang telah diterima di perguruan tinggi (jalur mandiri), tetapi tidak lulus UN sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan UN Ulang. Pada tahun 2006-2008 UN Ulang ditiadakan karena dianggap tidak adil mengingat pelaksanaaan UN Ulang pada tahun 2005 dianggap sebagai ajang “cuci gudang” dimana hampir semua peserta UN Ulang dinyatakan lulus dengan rata-rata nilai yang cukup tinggi.

Sejak tahun 2006 timbul berbagai kritik, saran, dan tuntutan masyarakat tentang penyelenggaraan UN. Puncak kritik datang dari lembaga sosial yang menuntut agar UN ditiadakan karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia yaitu hak anak untuk melanjutkan sekolah. Tuntutan tersebut ditujukan kepada Presiden RI, Wakil Presiden RI, Menteri Pendidikan Nasional, dan BSNP. Setelah melalui serangkaian persidangan, keputusan Mahkamah Agung atas tuntutan tsb adalah bahwa UN dapat dilaksanakan apabila pemerintah memperbaiki kualitas guru dan sarana prasarana sekolah. Berdasarkan keputusan tersebut pemerintah telah berusaha memenuhi tuntutan tersebut, sambil melaksanakan perbaikan secara terus menerus dan UN tetap dilaksanakan.

Pada tahun pelajaran 2009/2010 atas usulan masyarakat dan Komisi X DPR-RI kembali diadakan ujian ulangan bagi peserta yang belum lulus. Jumlah paket tes yang digunakan dalam satu ruang ujian adalah 2 paket yang berbeda dengan tingkat kesukaran yang relatif sama. Dalam penyelenggaraan UN tahun 2006 s.d 2009, pusat melibatkan tim pemantau independen, baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan sekolah.  Pemindaian (scanning) lembar jawaban UN dilaksanakan di provinsi, sedangkan scoring dilaksanakan di Puspendik. Nilai siswa diberikan ke penyelenggara UN tingkat provinsi untuk disampaikan ke penyelenggara tingkat kabupaten/kota untuk diteruskan ke sekolah penyelenggara.

Pada ujian tahun pelajaran 2010/2011, UN Ulang kembali ditiadakan. Pada UN 2011 dan 2012 jumlah paket yang digunakan dalam satu ruang ujian adalah 5 paket tes yang berbeda namun memiliki tingkat kesukaran yang relatif sama. Kriteria kelulusan menggunakan formula Kelulusan UN : Rata-rata Nilai Akhir (NA) minimum 5,5 yang terdiri dari 60 persen nilai UN ditambah 40 persen nilai Sekolah/Madrasah. Tim pemantau independen ditiadakan karena dianggap tidak efektif. Sejak tahun 2011 sampai tahun 2013 penyelenggara tingkat pusat melibatkan perguruan tinggi negeri (PTN) dalam pelaksanaan ujian di seluruh provinsi khususnya untuk tingkat SMA sederajat. Pemindaian (scanning) lembar jawaban UN untuk SMA sederajat dilaksanakan oleh PTN dan untuk tingkat SMP sederajat dilaksanakan dinas provinsi setempat. Sedangkan scoring seluruhnya jenjang dilaksanakan di Puspendik. Nilai siswa diberikan ke penyelenggara UN tingkat provinsi untuk disampaikan ke penyelenggara tingkat kabupaten/kota untuk diteruskan ke sekolah penyelenggara.

Pada UN tahun pelajaran 2012/2013 dilakukan sejumlah penyempurnaan yaitu (a) penyiapan naskah dilaksanakan secara profesional sesuai dengan metodologi ilmiah dan standar seperti tahun-tahun sebelumnya, (b) penyatuan soal dengan LJUN menutup kemungkinan kecurangan pengisian LJUN oleh orang yang tidak bertanggungjawab, (c) siswa lebih konsentrasi dalam mengerjakan ujian dan tidak memiliki kesempatan untuk bekerja sama dengan siswa lainnya, (d) penggunaan barcode menyebabkan penurunan secara signifikan kunci beredar, (e) sistem pengamplopan naskah bervariasi sehingga antar ruang belum tentu mendapatkan naskah soal yang sama.

Adapun kriteria kelulusan UN antar tahun sebagai berikut:

  1. Tahun Pelajaran 2005/2006: (a) memiliki nilai seluruh mata pelajaran yang diujikan secara nasional, (b) nilai ≥ 4,25 untuk setiap mata pelajaran yang diujikan. Mata pelajaran yang diujikan hanya tiga mata pelajaran (SMP/SMA/SMK)
  2. Tahun Pelajaran 2006/2007: (a) memiliki nilai seluruh nata pelajaran yang diujikan secara nasional, (b) nilai ≥ 4,25 untuk setiap mata pelajaran yang diujikan dengan nilai rata-rata UN >5,00, (c) pemerintah daerah dan atau satuan pendidikan dapat menetapkan batas kelulusan di atas nilai tersebut. Mata pelajaran yang diujikan hanya tiga mata pelajaran (SMP/SMA/SMK)
  3. Tahun Pelajaran 2007/2008: (a) memiliki nilai rata-rata minimal 5,25 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan dengan tidak ada nilai di bawah 4,25 atau memiliki nilai minimum 4,00 pada salah satu mata pelajarandan nilai lainnya adalah 6,00, (b)  khusus untuk SMK, nilai mata pelajaran Kompetensi Keahlian Kejuruan minimum 7,00 dan digunakan untuk menghitung nilai rata-rata UN,  dan (c) pemerintah daerah dan atau satuan pendidikan dapat menetapkan batas kelulusan di atas nilai tersebut.  Mata pelajaran yang diujikan enam mata pelajaran untuk setiap programnya (SMA/SMK) dan empat mata pelajaran untuk SMP
  4. Tahun Pelajaran 2008/ 2009: (a) memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan dengan nilai minimum 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya, (b) khusus untuk SMK, nilai mata pelajaran Kompetensi Keahlian Kejuruan minimum 7,00 dan digunakan untuk menghitung nilai rata-rata UN, (c) pemerintah daerah dan atau satuan pendidikan dapat menetapkan batas kelulusan di atas nilai tersebut. Mata pelajaran yang diujikan enam mata pelajaran untuk setiap programnya (SMA/SMK)  dan empat mata pelajaran untuk SMP
  5. Tahun Pelajaran 2009/2010: (a) memiliki nilai rata-rata nilai minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya, (b) diadakan ujian ulangan bagi peserta didik yang tidak lulus UN Utama. Mata pelajaran yang diujikan enam mata pelajaran untuk setiap programnya (SMA/SMK) dan empat mata pelajaran untuk SMP.
  6. Pada tahun 2011–2013 istilah yang digunakan tetap Ujian Nasional (UN). Pada periode ini dilakukan perubahan sistem penilaian UN dimana kriteria kelulusan menggunakan formula kelulusan: Rata-Rata Nilai Akhir(NA) minimum 5,5 yang terdiri dari 60 persen nilai UN ditambah 40 persen nilai Sekolah/Madrasah (NA setiap Mata pelajaran tidak boleh dibawah 4,0)

Periode 2014 s/d 2020

Pada periode 2014-2020 ini, Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) disebut juga Computer Based Test (CBT) adalah sistem pelaksanaan ujian nasional dengan menggunakan komputer sebagai media ujiannya. Dalam pelaksanaannya, UNBK berbeda dengan sistem ujian nasional berbasis kertas atau Paper Based Test (PBT) yang selama ini sudah berjalan.

Penyelenggaraan UNBK pertama kali dilaksanakan pada tahun 2014 secara online dan terbatas di SMP Indonesia Singapura dan SMP Indonesia Kuala Lumpur (SIKL). Hasil penyelenggaraan UNBK pada kedua sekolah tersebut cukup menggembirakan dan semakin mendorong untuk meningkatkan literasi siswa terhadap TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Selanjutnya secara bertahap pada tahun 2015 dilaksanakan rintisan UNBK dengan mengikutsertakan sebanyak 556 sekolah yang terdiri dari 42 SMP/MTs, 135 SMA/MA, dan 379 SMK di 29 Provinsi dan Luar Negeri. Pada tahun 2016 dilaksanakan UNBK dengan mengikutsertakan sebanyak 4382 sekolah yang terdiri dari 984 SMP/MTs, 1298 SMA/MA, dan 2100 SMK. Jumlah sekolah yang mengikuti UNBK tahun 2017 melonjak tajam menjadi 30.577 sekolah yang terdiri dari 11.096 SMP/MTs, 9.652 SMA/MA dan 9.829 SMK. Meningkatnya jumlah sekolah UNBK pada tahun 2017 ini seiring dengan kebijakan resources sharing yang dikeluarkan oleh Kemendikbud yaitu memperkenankan sekolah yang sarana komputernya masih terbatas melaksanakan UNBK di sekolah lain yang sarana komputernya sudah memadai.

Penyelenggaraan UNBK saat ini menggunakan sistem semi-online yaitu soal dikirim dari server pusat secara online melalui jaringan (sinkronisasi) ke server lokal (sekolah), kemudian ujian siswa dilayani oleh server lokal (sekolah) secara offline. Selanjutnya hasil ujian dikirim kembali dari server lokal (sekolah) ke server pusat secara online (upload).

Ujian Nasional

Ujian Nasional (UN) diselenggarakan untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan peserta didik pada jenjang satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah sebagai hasil dari proses pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Selain itu, salah satu kegunaan hasil UN adalah untuk melakukan pemetaan tingkat pencapaian hasil belajar siswa pada satuan pendidikan. Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan berkualitas diperlukan adanya sistem penilaian yang dapat dipercaya (credible), dapat diterima (acceptable), dan dapat dipertanggunggugatkan (accountable).
Pelaksanaan UN Tahun Pelajaran 2018/2019 mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah. Dalam implementasinya, pelaksanaan UN mengacu kepada Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor: 0047/P/BSNP/XI/2018, tanggal 28 November 2018 tentang Prosedur Operasional Standar Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2018/2019.

Pelaksanaan UN Tahun Pelajaran 2018/2019 mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah. Dalam implementasinya, pelaksanaan UN mengacu kepada Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor: 0047/P/BSNP/XI/2018, tanggal 28 November 2018 tentang Prosedur Operasional Standar Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2018/2019.

DASAR HUKUM  Permendikbud Nomor 4 Tahun 2018 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah

link sumber 1

link sumber 2 

Related Articles

Back to top button